RESUME
BAB
4
(
JUAL BELI )
Review
ini disusun Untuk memenuhi tugas:
FIQH
MUAMALAH 1
Dosen
Pengampu: Drs. Abdul Wahab Ahmad Khalil,M.A
Disusun oleh:
Ricky setiawan :
931211116
PROGRAM
STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2017
RESUME PEMBAHASAN
A.
Pengertian Jual beli
Jual beli atau perdagangan dalam
istilah fiqh disebut al-ba’I yang menurut etimologi
berarti menjual atau mengganti. Wahbah al-Zuhaily mengartikan secara bahasa
dengan menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Kata al-Ba.i dalam
Arab terkadang digunakan untuk pengertian lawannya, yaitu kata al-Syira (beli).Dengan
demikian, kata al-ba’I berarti jual, tetapi sekalius juga
berarti beli.[1]
Secara
terminologi, terdapat beberapa definisi jual beli yang masing definisi sama.
Sebagian
ulama lain memberi pengertian :
a) Sayyid Sabiq
Ia
mendefinisikan bahwa jual beli ialah pertukaran harta dengan harta atas dasar
saling merelakan atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan.
Dalam definisi tersebut harta dan, milik, dengan ganti dan dapat dibenarkan.
b) Ulama
hanafiyah
Iamendefinisikan
bahwa jual beli adalah saling tukar harta dengan harta lain melalui Cara yang khusus.
Yang dimaksud ulama hanafiyah dengan kata-kata tersebut adalah melalui ijab
qabul, atau juga boleh melalui saling memberikan barang dan harga dari penjual
dan pembeli
c) Ibnu Qudamah
Menurutnya
jual beli adalah saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan
milik dan pemilikan.Dalam definisi ini ditekankan kata milik dan pemilikan,
karena ada juga tukar menukar harta yang sifatnya tidak haus dimiliki seperti
sewa menyewa.[2]
Dari beberapa definisi di atas
dapat dipahami bahwa jual beli ialah suatu perjanjian tukar menukar benda atau
barang yang mempunyai nilai secara ridha di antara kedua belah pihak, yang satu
menerima benda-benda dan pihak lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau
ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.Inti dari beberapa
pengertian tersebut mempunyai kesamaan dan mengandunghal-hal antara lain :
a) Jual beli dilakukan oleh 2 orang (2
sisi) yang saling melakukan tukar menukar.
b) Tukar menukar tersebut atas suatu
barang atau sesuatu yang dihukumi seperti barang, yakni kemanfaatan dari kedua
belah pihak.
c) Sesuatu yang tidak berupa
barang/harta atau yang dihukumi sepertinya tidak sah untuk diperjualbelikan.
d) Tukar menukar tersebut hukumnya
tetap berlaku, yakni kedua belah pihak memilikisesuatu yang diserahkan
kepadanya dengan adanya ketetapan jual beli dengan kepemilikan abadi.
B.
Landasan Hukum Jual Beli
Landasan Syara’: Jual beli di
syariatkan berdasarkan Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’. Yakni:
a.
Berdasarkan Al-Qur’an diantaranya:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ
الرِّبَا
Artinya: “ Allah menghalalkan jual
beli dan mengharamkan riba”. (Q.S Al- Baqarah : 275)
b. Berdasarkan Sunnah
Hadis yang diriwayatkan
oleh Rifa’ah ibn Rafi’:
سُئِلَ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم
: أَيُّ الكَسبِ أَطيَبُ ؟ فَقَلَ : عَمَلُ الرَّ جُلِ بِيَدِه ِوَكُلُّ بَيع ٍمَبرُورٍ
(رواه ابزار والحا كم)
“Rasulullah
saw. Ditanya salah seorang sahabat mengenai pekerjaan (profesi) apa yang paling
baik. Rasulullah saw menjawab: Usaha tangan manusia sendiri dan setiap jual
beli yang diberkati”. (HR. Al-Bazzar dan Al-Hakim).
C. Rukun Dan Syarat Jual Beli
Rukun jual
beli menurut ulama Hanafiyah hanya satu, yaitu ijab qabul, ijab (ungkapan
membeli dari pembeli) dan qabul (ungkapan menjual dari penjual).
Akan tetapi jumhur ulama
menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada empat, yaitu:
1. Ada
orang yang berakad (penjual dan pembeli).
2. Ada
sighat (lafal ijab qabul).
3. Ada
barang yang dibeli (ma’qud alaih)
4. Ada
nilai tukar pengganti barang.
Adapun
syarat-syarat jual beli sesuai dengan rukun jual beli yang dikemukakan jumhur
ulama diatas sebagai berikut :
a. Syarat-syarat orang yang berakad
Orang yang melakukan akad jual beli
itu harus memenuhi syarat, yaitu :
1) Berakal sehat,
2)
Atas dasar suka sama suka
3)
Yang melakukan akad itu adalah orang yang berbeda.
b. Syarat yang terkait dalam ijab qabul
1) Orang yang mengucapkannya telah
baligh dan berakal.
2) Qabul sesuai dengan ijab. Apabila
antara ijab dan qabul tidak sesuai maka jual beli tidak sah.
3) Ijab dan qabul dilakukan dalam satu
majelis. Maksudnya kedua belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan
membicarakan topic yang sama.[3]
c. Syarat-syarat barang yang diperjual belikan
(Ma’qud ‘alaih)
Syarat-syarat yang terkait dengan
barang yang diperjualbelikan sebagai berikut :
1) Suci, dalam islam tidak sah
melakukan transaksi jual beli barang najis, seperti bangkai, babi, anjing, dan
sebagainya.
2) Barang yang diperjual belikan
merupakan milik sendiri atau diberi kuasa orang lain yang memilikinya.
3) Barang yang diperjua lbelikan ada
manfaatnya.
4) Barang yang diperjual belikan jelas
dan dapat dikuasai.
5) Barang yang diperjual belikan dapat
diketahui kadarnya, jenisnya, sifat, dan harganya.
6)
Boleh diserahkan saat akad
berlangsung .
d. Syarat-syarat nilai tukar (harga barang)
Unsur terpenting
dalam jual beli adalah nilai tukar dari barang yang dijual (untuk zaman
sekarang adalah uang).
Para ulama’ fiqh mengemukakan
syarat-syarat al-tsaman sebagai berikut:
1) Harga yang disepakati kedua belah
pihak harus jelas jumlahnya.
2) Boleh diserahkan pada waktu akad,
sekalipun secara hukumseperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila
harga barang itu dibayar kemudian (berutang) maka pembayarannya harus jelas.
3) Apabila jual beli itu dilakukan
dengan saling mempertukarkan barang maka barang yang dijadikan nilai tukar
bukan barang yang diharamkan oleh syara’, seperti babi, dan khamar, karena
kedua jenis benda ini tidak bernilai menurut syara’.
e. Syarat harga dan
yang dihargakan
1) Bukan barang yang
dilarang syara’
2) Harus suci, maka tidak
dibolehkan menjual khamar, dan lain-lain.
3) Bermanfaat menurut
pandangan syara’.
4) Dapat diketahui oleh
kedua orang yang akad.
5) Dapat diserahkan.
Di samping syarat-syarat yang
berkaitan dengan rukun jual beli di atas, para ulama’ fiqh juga mengemukakan syarat-syarat
lain, yaitu:
a. Syarat sah jual beli
1) Jual beli itu terhindar dari cacat,
seperti criteria, kualitas, kuantitas, dan harganya tidak jelas.
2) Apabila barang yang diperjual
belikan itu bergerak, maka barang itu boleh langsung dikuasai pembeli dengan harga
barang dikuasai penjual. Adapun barang tidak bergerak boleh dikuasai pembeli
setelah surat menyurat diselesaikan sesuai dengan kebiasaan setempat.
b. Syarat yang berkaitan dengan jual
beli. Jual beli baru boleh dilaksanakan apabila yang berakad mempunyai kekuasaan
untuk melakukan jual beli.
c. Syarat yang terkait dengan kekuatan
hokum akad jual beli. Para ulama fiqh sepakat bahwa suatu jual beli baru
bersifat mengikat apabila jual beli itu terbebas dari segala macam khiyar (hak
pilih untuk meneruskan atau membatalkan jual beli), apabila jual beli masih
memiliki hak khiyar maka jual beli itu belum mengikat dan masih boleh
dibatalkan.
A.
Prinsip
Jual Beli
Prinsip dasar fiqih muamalah adalah
sebagai berikut :
1)
Prinsip Dasar
a.
Hukum asal dalam muamalah adalah
mubah (Diperolehkan)
b.
Konsep fiqih muamalah untuk mewujudkan kemaslahatan
c.
Menetapkan harga yang kompetitif
d.
Meninggalkan investasi yang dilarang
e.
Menghindari eksploitasi
f.
Memberikan
kelenturan dan toleransi
g.
Jujur
dan amanah
2)
Prinsip Umum
a.
Ta’awun (tolong-menolong)
b.
Niat (itikad baik)
c.
Al – muawanah (kemitraan)
d.
Adanya kepastian hukum
Ada
5 hal yang perlu diingat sebagai landasan tiap kali seorang muslim akan
berinteraksi ekonomi. lebih dikenal dengan singkatan MAGHRIB, yaitu Maisir,
Gharar, Haram, Riba, dan Bathil.
1)
Maisir
Maisir sering
dikenal dengan perjudian karena dalam praktik perjudian seseorang bisa untung
atau bisa rugi.
2)
Gharar
Setiap transaksi yang masih belum
jelas barangnya atau tidak berada dalam kuasanya alias di luar jangkauan
termasuk jual beli gharar. Boleh dikatakan bahwa konsep gharar
berkisar kepada makna ketidaktentuan dan ketidakjelasan sesuatu transaksi yang
dilaksanakan, secara umum dapat dipahami sebagai berikut :
1)
Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu wujud atau tidak
2)
Sesuatu barangan yang ditransaksikan itu mampu diserahkan atau tidak
3)
Transaksi itu dilaksanakan secara yang tidak jelas atau akad dan kontraknya
tidak jelas, baik dari waktu bayarnya, cara bayarnya, dan lain-lain.
` Misalnya
membeli burung di udara atau ikan dalam air atau membeli ternak yang masih
dalam kandungan induknya termasuk dalam transaksi yang bersifat gharar.
a.
Haram
ialah Ketika objek yang diperjualbelikan ini adalah haram, maka
transaksi nya mnejadi tidak sah. Misalnya jual beli khamr, dan lain-lain.
b. Riba,
yaitu penambahan pendapatan secara tidak sah
antara lain dalam transaksi pertukaran barang sejenis yang tidak sama kualitas,
kuantitas, dan waktu penyerahan.
c. Bathil
Dalam melakukan transaksi, prinsip
yang harus dijunjung adalah tidak ada kedzhaliman yang dirasa pihak-pihak yang
terlibat. Semuanya harus sama-sama rela dan adil sesuai takarannya.
D. Hukum Dan Sifat Jual Beli
Menilai dari hukum dan sifat jual beli,
jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua macam, yaitu jual beli yang
dikatakan sah (shahih) {jual beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun
maupun syaratnya} dan jual beli yang dikatakan tidak sah {jual beli yang tidak
memenuhi salah satu syarat dan rukunnya sehingga jual beli menjadi rusak
(fasid) atau batal}.
E.
Jual Beli Yang Dilarang Oleh Islam
1.
Terlarang Sebab Ahliah (Ahli Akad)
Mereka
yang dipandang tidak sah jual belinya adalah berikut ini.
a.
Jual beli orang gila
b.
Jual beli anak kecil
c.
Jual beli orang buta
d.
Jual beli terpaksa
e.
Jual beli fudhul
2.
Terlarang Sebab Shighat
Jual
beli yang tidak memenuhi ketentuan tersebut dipandang tidak sah. Beberapa jual
beli yang dipandang tidak sah atau masih diperdebatkan oleh para ulama adalah
sbb :
a.
Jual beli mu’athah
b.
Jual beli melalui surat atau melalui utusan
c.
Jual beli dengan isyarat atau tulisan
3.
Terlarang Sebab Ma’qud Alaih (Barang Jualan)
Ulama
fiqih sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila ma’qud alaih adalah barang
yang tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat oleh
orang-orang yang akad, tidak bersangkutan dengan milik orang lain dan tidak ada
larangan dari syara’.
Selain
itu, ada beberapa masalah yang disepakati oleh sebagian ulama tetapi
diperselisihkan oleh ulama lainnya, di antaranya sbb :
a.
Jual beli benda yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak ada
Jumhur
ulama sepakat bahwa jual beli barang yang tidak ada atau dikhawatirkan tidak
ada adalah tidak sah.
b.
Jual beli barang yang tidak dapat diserahkan
Jual
beli barang yang tidak dapat diserahkan, seperti burung yang ada di udara atau
ikan yang ada di air tidak berdasarkan ketetapan syara’.
c.
Jual beli gharar
Jual
beli gharar adalah jual beli barang yang mengandung kesamaran. Hal itu dilarang
dalam Islam sebab Rasulullah Saw bersabda, “janganlah kamu membeli ikan dalam
air karena jual beli seperti itu termasuk gharar (menipu)”. (HR Ahmad)
F. MACAM MACAM JUAL BELI
Jual beli
ditinjau dari beberapa segi yaitu ditinjau dari segi objek jual beli, dari segi
pelaku jual beli, dari segi hukum jual beli, dari segi pertukaran jual beli,
dan dari segi harga jual beli :
1. macam
– macam jual beli ditinjau dari segi obyek jual beli
a. jual beli benda yang kelihatan
b. jual beli yang disebutkan sifat-sifatnya
dalam perjanjian
c. jual beli benda yang tidak ada serta
tidak dapat dilihat
2.
macam – macam jual beli ditinjau dari segi pelaku
akad (Subyek)
a. Dengan lisan
b. Dengan perantara atau urusan
c. Jual beli dengan perbuatan
3.
Macam – macam jual beli ditinjau dari segi hukum
a. Jual beli yang sah menurut hukum
Dari
sudut pandang ini, jumhur ulama membaginya menjadi dua, yaitu:
1) Shahih, yaitu jual beli yang
memenuhi syarat dan rukunnya.
a. Rukun jual beli
·
Bai’
(penjual)
·
Mustari
(pembeli)
·
Ma’qud
Alaih (barang yang dijual)
·
Shighat
(Ijab dan Qabul)
b. Syarat jual beli
·
In’iqadah (Syarat terjadinya akad)
·
Syarat sahnya akad
·
Nafadz (Syarat terlaksananya akad)
·
Syarat lujum
2) Ghairu Shahih, yaitu jual beli yang tidak
memenuhi salah satu syarat dan rukunnya
a. Jual beli yang
sah tapi terlarang
Ada
beberapa cara jual beli yang dilarang oleh agama walaupun sah. Karena
mengakibatkan beberapa hal yaitu, menyakiti si penjual dan pembeli.
Contoh :
seseorang membeli barang dengan harga yang lebih tinggi dari harga awal,
sedangkan ia tidak menginginkan barang itu, tetapi semata-mata supaya orang
lain tidak dapat membeli barang tersebut.
b. Jual beli yang terlarang dan tidak sah
hukumnya
Beberapa contoh
jual beli yang tidak sah hukumnya,
1. jual beli yang dihukumkan najis oleh
agama.
2. Jual beli anak binatang yang masih
berada dalam perut induknya.
3. Jual beli dengan syarat
4. Larangan menjual makanan hingga dua kali
ditakar.
4.
Macam – macam jual beli berdasarkan pertukaran
a. Jual beli saham (Pesanan)
b. Jual beli muqayadhah (Barter)
c. Jual beli mutlaq
d. Jual beli alat penukar dengan alat
penukar
5.
Macam – macam jual beli berdasarkan segi harga
a. Jual beli yang menguntungkan (al-murabbahah).
b. Jual beli yang tidak menguntungkan
(at-tauliyah).
Yaitu menjual
barang dengan harga aslinya sehingga penjual tidak mendapatkan keuntungan.
c. Jual beli yang merugikan (al-khasrah)
d. Jual beli yang menyembunyikan harga
(al-musawah)
Yaitu penjual menyembunyikan
harga aslinya, tetapi kedua orang yang akad saling meridhoi.