RESUME
BAB
1
(Pengertian
Fiqh Muamalah , Sistematika dan Hubungannya Dengan Fiqh Lainnya)
Review
ini disusun Untuk memenuhi tugas:
FIQH
MUAMALAH 1
Dosen
Pengampu: Drs. Abdul Wahab Ahmad Khalil,M.A
Disusun oleh:
Ricky setiawan :
931211116
PROGRAM
STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2017
RESUME PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Fiqh Muamalah
Fiqih Muamalah terdiri atas dua
kata, yaitu fiqih dan muamalah. Berikut penjelasan dari Fiqih, Muamalah, dan
Fiqih Muamalah.
1.
Fiqih
Menurut
etimologi, fiqih adalah ( الفهم) [paham],
seperti pernyataan : فقهت
الدرس (saya paham pelajaran itu).
Arti ini sesuai dengan arti fiqih dalam salah satu hadis riwayat Imam Bukhari
berikut:
من يرد ا لله به خيرا يفقهه في الد ين
Artinya:
“Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisiNya,
niscaya diberikan kepadaNya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama.”
Menurut Imam
Haramain, fiqih merupakan pengetahuan hukum syara’ dengan jalan ijtihad.
Demikian pula menurut Al-Amidi, pengetahuan hukum dalam fiqih adalah melalui
kajian dari penalaran (nadzar dan istidhah). Pengetahuan yang tidak melalui
jalur ijtihad(kajian), tetapi bersifat dharuri, seperti shalat lima waktu
wajib, zina haram, dan masalah-masalah qath’i lainnya tidak termasuk fiqih.
2.
Muamalah
Menurut etimologi, kata muamalah
adalah bentuk masdar dari kata ’amala yang artinya saling bertindak, saling
berbuat, dan saling mengenal.
Muamalah ialah:
-
aturan
agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, dan antara manusia dan alam
sekitarnya,tanpa memandang agama atau asal usul kehidupannya.
-
Aturan
agama yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dapat kita temukan dalam hukum Islam tentang
perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan,
perkoperasian dll.
-
Aturan
agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita
temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata
pencaharian, dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang
diharamkan.
Dari uraian
diatas telah kita ketahui bahwa muamalah mempunyai ruang lingkup yang luas,
yang meliputi segala aspek, baik dari bidang agama, politik, ekonomi,
pendidikan serta sosial-budaya.[4]
Firman Allah dalam surat an Nahl ayat 89:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدىً
وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (89)…
Artinya: “ Kami
turunkan kepadamu al Qur’an untuk menerangkan segala sesuatu, untuk petunjuk
dan rahmat serta berita gembira bagi orang-orang islam.”(QS.An-Nahl: 89)
>Pengertian
fiqih muamalah menurut terminologi dapat dibagi menjadi dua:
1. Fiqih
muamalah dalam arti luas:
Fiqh muamalah adalah mengetahui
ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-usaha memperoleh dan mengembangkan harta,
jual beli, hutang piutang dan jasa penitiapan diantara anggota-anggota
masyarakat sesuai keperluan mereka, yang dapat dipahami dan dalil-dalil syara’
yang terinci.
2. Fiqih
muamalah dalam arti sempit:
Fiqih muamalah dalam arti sempit
lebih menekankan pada keharusan untuk menaati aturan-aturan Allah yang telah
ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan cara memperoleh,
mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta benda).
Ciri utama
fiqih muamalah adalah adanya kepentingan keuntungan material dalam proses akad
dan kesepakatannya. Berbeda dengan fiqh ibadah yang dilakukan semata-mata dalam
rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah tanpa ada tendensi kepentingan
material.
B.
Sistematika
Fiqih Mu’amalah
Beberapa kitab fiqih dari empat madzhab
masing-masing memiliki pengurutan yang berbeda akan tetapi pembahasan fiqih
mereka selalu mendahulukan pembahasan mengenai ibadah secara keseluruhan baru
kemudian disusul dengan pembahasan mengenai fiqih mu’amalah.
Perbedaan
sistematika tersebut dapat dilihat dalam beberapa contoh berikut :
1.
Imam
Alauddin Al-Kasani
Adalah ulama’ dari golongan Hanafi,
dalam kitabnya “Bada’ius Shanai” memulai pembahasan fiqih mu’amalah dengan
“Kitabul Ijarah” (bab perburuhan atau sewa menyewa) dan diakhiri dengan
“Kitabul Qardli” (hutang-piutang atau pemberian modal).
2.
Golongan
Syafi’i
Dengan sistematika sebagai berikut :
Jual beli, hutang-piutang, pesan memesan, gadai menggadai, perikatan-perikatan
yang berhubungan dengan kebendaan yang lain, diakhiri dengan bab “barang temuan”
serta sayembara.
3.
Golongan
Maliki
Memiliki sistematika pembahasan, yakni : ibadah, jihad, perkawinan,
jual beli, peradilan, persaksian, pidana, wasiat dan warisan.
Ibnu Rusydi
dalam kitabnya “Bidayatul Mujtahid” ibadah, jihad, sumpah, nadzar, kurban,
penyembelihan, perburuan, aqiqoh, makanan
dan minuman. Sesudah itu baru membahas mengenai perkawinan dan hal-hal yang
berhubungan dengan itu.
4.
Golongan
Ahmad
Memiliki sistematika sebagai berikut
: jual beli, pesan memesan, hutang piutang, perikatan-perikatan yang
berhubungan dengan kebendaan yang lain, wasiat, warisan, kemudian memerdekakan
budak dan diakhiri dengan pembahasan “ummahatil aulad”.
Yang menjadi
Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada masa pemerintahan Turki Utsmani
adalah kitab “Majallatul Ahkamil
Adliyah” merupakan kitab fiqih muamalah dari madzhab Hanafi, ditulis dan
disusun menurut undang-undang dan diundangkan pada bulan Sya’ban tahun 1293
Hijriyah, terdiri dari 1851 pasal dan dibagi dalam 16 bab,
Adapun Hukum Perdata menurut ilmu hukum
sebagaimana dikutip dalam buku Asas-asas Hukum Perdata Islam karya Abdurrahman
Masduha dibagi menjadi empat bagian yaitu :
1. Hukum tentang diri seseorang yang memuat
peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan
perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri
melaksanakan hak-hak tersebut dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi
kecakapan-kecakapan itu.
2. Hukum kekeluargaan mengatur perihal
hubungan-hubungan hukum yang timbul karena hubungan kekeluargaan, yaitu :
perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri,
hubungan antara orang tua dan anak,
perwalian.
3. Hukum kekayaan mengatur perihal
hubungan-hubungan yang dinilaikan dengan uang;
4. Hukum warisan mengatur hal ihwal tentang
benda atau kekayaan seseorang bilamana ia meninggal.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata
(BW) terdiri dari empat bagian yang disebut “buku” dengan sistematika sebagai
berikut :
-
Buku
I :Perihal orang, memuat hukum
tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan
-
Buku
II :Perihal benda, memuat hukum
kebendaan dan hukum warisan
-
Buku
III :Perihal Perikatan, memuat hukum kekayaan
yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang
atau pihak-pihak tertentu
-
Buku
IV :Perihal pembuktian dan lewat waktu,
memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap
hubungan-hubungan hukum.
Pembagian sistematika BW diatas
sangat mirip dengan pembagian mu’amalah (dalam arti luas) menurut Ibnu
Abidin.Buku ke-III BW terdiri atas bagian umum dan bagian khusus.
1.
Bagian
umum memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya,
misalnya bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan
sebagainya.
2.
Bagian
khusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian yang banyak
dipakai dalam masyarakat dan sudah mempunyai nama-nama tertentu, yaitu : jual
beli, tukar menukar, sewa menyewa, perburuhan, perseroan, hibah, dan
sebagainya. Bagian khusus inilah yang menjadi pembahasan fiqih mu’amalah secara
terperinci dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya masing-masing.
C.
Hubungan
Fiqh Muamalah dengan Fiqh Lain
Para ulama fiqh melakukan
pembidangan ilmu dan pendapat yang
membaginya menjadi dua bagian besar, yaitu :
-
Ibadah,
yakni segala perbuatan yang dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT,
seperti : shalat, puasa, zakat, haji, dan jihad.
-
Muamalah,
yakni segala persoalan yang berkaitan dengan urusan-urusan dunia dengan
Undang-Undang.
Menurut Ibn
Abidin yang dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy, pembagian fiqh dalam garis
besarnya terbagi tiga, yaitu :
-
Ibadah,
bagian ini melengkapi lima persoalan pokok yaitu : shalat, zakat, puasa, haji,
dan jihad.
-
Muamalah,
bagian ini terdiri dari : mu’awadhah maliyah, munakahat, mukhashamat,dan tirkah
(harta peningglan)
-
‘Uqubat,
bagian ini terdiri dari : qishash, had pencurian, had zina, had menuduh zina,
takzir, tindakan terhadap pemberontak, dan pembegal.
Di antara
Pembagian di atas, pembagian pertama lebih banyak disepakati oleh para ulama.Dengan
demikian, muamalah dalam arti luas merupakan bagian dari fiqh secara umum. Adapun fiqh muamalah dalam arti sempit merupakan
bagian dari fiqh muamalah dalam arti luas yang setara dengan bidang fiqh di
bawah cakupan arti fiqh secara luas.
No comments:
Post a Comment