Friday, 30 June 2017

Resume Pengertian Fiqh Muamalah , Sistematika dan Hubungannya Dengan Fiqh Lainnya



RESUME
BAB 1
(Pengertian Fiqh Muamalah , Sistematika dan Hubungannya Dengan Fiqh Lainnya)
Review ini disusun Untuk memenuhi tugas:
FIQH MUAMALAH 1
Dosen Pengampu: Drs. Abdul Wahab Ahmad Khalil,M.A




Disusun oleh:
Ricky setiawan                        : 931211116


PROGRAM  STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2017


RESUME PEMBAHASAN
A.    Pengertian Fiqh Muamalah
            Fiqih Muamalah terdiri atas dua kata, yaitu fiqih dan muamalah. Berikut penjelasan dari Fiqih, Muamalah, dan Fiqih Muamalah.
1.      Fiqih
Menurut etimologi, fiqih adalah ( الفهم) [paham], seperti pernyataan : فقهت الدرس  (saya paham pelajaran itu). Arti ini sesuai dengan arti fiqih dalam salah satu hadis riwayat Imam Bukhari berikut:
من يرد ا لله به خيرا يفقهه في الد ين
Artinya: “Barang siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang yang baik di sisiNya, niscaya diberikan kepadaNya pemahaman (yang mendalam) dalam pengetahuan agama.”

Menurut Imam Haramain, fiqih merupakan pengetahuan hukum syara’ dengan jalan ijtihad. Demikian pula menurut Al-Amidi, pengetahuan hukum dalam fiqih adalah melalui kajian dari penalaran (nadzar dan istidhah). Pengetahuan yang tidak melalui jalur ijtihad(kajian), tetapi bersifat dharuri, seperti shalat lima waktu wajib, zina haram, dan masalah-masalah qath’i lainnya tidak termasuk fiqih.
2.      Muamalah
            Menurut etimologi, kata muamalah adalah bentuk masdar dari kata ’amala yang artinya saling bertindak, saling berbuat, dan saling mengenal.
            Muamalah ialah:
-          aturan agama yang mengatur hubungan antara sesama manusia, dan antara manusia dan alam sekitarnya,tanpa memandang agama atau asal usul kehidupannya.
-          Aturan agama yang mengatur hubungan antar sesama manusia,  dapat kita temukan dalam hukum Islam tentang perkawinan, perwalian, warisan, wasiat, hibah perdagangan, perburuan, perkoperasian dll.
-          Aturan agama yang mengatur hubungan antara manusia dan lingkungannya dapat kita temukan antara lain dalam hukum Islam tentang makanan, minuman, mata pencaharian, dan cara memperoleh rizki dengan cara yang dihalalkan atau yang diharamkan.
Dari uraian diatas telah kita ketahui bahwa muamalah mempunyai ruang lingkup yang luas, yang meliputi segala aspek, baik dari bidang agama, politik, ekonomi, pendidikan serta sosial-budaya.[4]  Firman Allah dalam surat an Nahl ayat 89:
وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لِكُلِّ شَيْءٍ وَهُدىً وَرَحْمَةً وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ (89)…
Artinya: “ Kami turunkan kepadamu al Qur’an untuk menerangkan segala sesuatu, untuk petunjuk dan rahmat serta berita gembira bagi orang-orang islam.”(QS.An-Nahl: 89)
>Pengertian fiqih muamalah menurut terminologi dapat dibagi menjadi dua:
1. Fiqih muamalah dalam arti luas:
            Fiqh muamalah adalah mengetahui ketentuan-ketentuan hukum tentang usaha-usaha memperoleh dan mengembangkan harta, jual beli, hutang piutang dan jasa penitiapan diantara anggota-anggota masyarakat sesuai keperluan mereka, yang dapat dipahami dan dalil-dalil syara’ yang terinci.
2. Fiqih muamalah dalam arti sempit:
            Fiqih muamalah dalam arti sempit lebih menekankan pada keharusan untuk menaati aturan-aturan Allah yang telah ditetapkan untuk mengatur hubungan antara manusia dengan cara memperoleh, mengatur, mengelola, dan mengembangkan mal (harta benda).
Ciri utama fiqih muamalah adalah adanya kepentingan keuntungan material dalam proses akad dan kesepakatannya. Berbeda dengan fiqh ibadah yang dilakukan semata-mata dalam rangka mewujudkan ketaatan kepada Allah tanpa ada tendensi kepentingan material.

B.     Sistematika Fiqih Mu’amalah
            Beberapa kitab fiqih dari empat madzhab masing-masing memiliki pengurutan yang berbeda akan tetapi pembahasan fiqih mereka selalu mendahulukan pembahasan mengenai ibadah secara keseluruhan baru kemudian disusul dengan pembahasan mengenai fiqih mu’amalah.
Perbedaan sistematika tersebut dapat dilihat dalam beberapa contoh berikut :
1.      Imam Alauddin Al-Kasani
            Adalah ulama’ dari golongan Hanafi, dalam kitabnya “Bada’ius Shanai” memulai pembahasan fiqih mu’amalah dengan “Kitabul Ijarah” (bab perburuhan atau sewa menyewa) dan diakhiri dengan “Kitabul Qardli” (hutang-piutang atau pemberian modal).
2.      Golongan Syafi’i
            Dengan sistematika sebagai berikut : Jual beli, hutang-piutang, pesan memesan, gadai menggadai, perikatan-perikatan yang berhubungan dengan kebendaan yang lain, diakhiri dengan bab “barang temuan” serta sayembara.
3.      Golongan Maliki
            Memiliki sistematika  pembahasan, yakni : ibadah, jihad, perkawinan, jual beli, peradilan, persaksian, pidana, wasiat dan warisan.
Ibnu Rusydi dalam kitabnya “Bidayatul Mujtahid” ibadah, jihad, sumpah, nadzar, kurban, penyembelihan,  perburuan, aqiqoh, makanan dan minuman. Sesudah itu baru membahas mengenai perkawinan dan hal-hal yang berhubungan dengan itu.
4.      Golongan Ahmad
            Memiliki sistematika sebagai berikut : jual beli, pesan memesan, hutang piutang, perikatan-perikatan yang berhubungan dengan kebendaan yang lain, wasiat, warisan, kemudian memerdekakan budak dan diakhiri dengan pembahasan “ummahatil aulad”.
Yang menjadi Kitab Undang-undang Hukum Perdata pada masa pemerintahan Turki Utsmani adalah  kitab “Majallatul Ahkamil Adliyah” merupakan kitab fiqih muamalah dari madzhab Hanafi, ditulis dan disusun menurut undang-undang dan diundangkan pada bulan Sya’ban tahun 1293 Hijriyah, terdiri dari 1851 pasal dan dibagi dalam 16 bab,
            Adapun Hukum Perdata menurut ilmu hukum sebagaimana dikutip dalam buku Asas-asas Hukum Perdata Islam karya Abdurrahman Masduha dibagi menjadi empat bagian yaitu :
1.      Hukum tentang diri seseorang yang memuat peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subyek dalam hukum, peraturan-peraturan perihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak tersebut dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengaruhi kecakapan-kecakapan itu.
2.      Hukum kekeluargaan mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul karena hubungan kekeluargaan, yaitu : perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami istri, hubungan  antara orang tua dan anak, perwalian.
3.      Hukum kekayaan mengatur perihal hubungan-hubungan yang dinilaikan dengan uang;
4.      Hukum warisan mengatur hal ihwal tentang benda atau kekayaan seseorang bilamana ia meninggal.
            Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW) terdiri dari empat bagian yang disebut “buku” dengan sistematika sebagai berikut :
-          Buku I       :Perihal orang, memuat hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan
-          Buku II      :Perihal benda, memuat hukum kebendaan dan hukum warisan
-          Buku III    :Perihal Perikatan, memuat hukum kekayaan yang mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang berlaku terhadap orang-orang atau pihak-pihak tertentu
-          Buku IV    :Perihal pembuktian dan lewat waktu, memuat perihal alat-alat pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan-hubungan hukum.
            Pembagian sistematika BW diatas sangat mirip dengan pembagian mu’amalah (dalam arti luas) menurut Ibnu Abidin.Buku ke-III BW terdiri atas bagian umum dan bagian khusus.
1.      Bagian umum memuat peraturan-peraturan yang berlaku bagi perikatan pada umumnya, misalnya bagaimana lahir dan hapusnya perikatan, macam-macam perikatan dan sebagainya.
2.      Bagian khusus memuat peraturan-peraturan mengenai perjanjian-perjanjian yang banyak dipakai dalam masyarakat dan sudah mempunyai nama-nama tertentu, yaitu : jual beli, tukar menukar, sewa menyewa, perburuhan, perseroan, hibah, dan sebagainya. Bagian khusus inilah yang menjadi pembahasan fiqih mu’amalah secara terperinci dengan syarat-syarat dan rukun-rukunnya masing-masing.

C.     Hubungan Fiqh Muamalah dengan Fiqh Lain
            Para ulama fiqh melakukan pembidangan ilmu dan  pendapat yang membaginya menjadi dua bagian besar, yaitu :
-          Ibadah, yakni segala perbuatan yang dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti : shalat, puasa, zakat, haji, dan jihad.
-          Muamalah, yakni segala persoalan yang berkaitan dengan urusan-urusan dunia dengan Undang-Undang.
Menurut Ibn Abidin yang dikutip oleh Hasbi Ash Shiddieqy, pembagian fiqh dalam garis besarnya terbagi tiga, yaitu :
-          Ibadah, bagian ini melengkapi lima persoalan pokok yaitu : shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad.
-          Muamalah, bagian ini terdiri dari : mu’awadhah maliyah, munakahat, mukhashamat,dan tirkah (harta peningglan)
-          ‘Uqubat, bagian ini terdiri dari : qishash, had pencurian, had zina, had menuduh zina, takzir, tindakan terhadap pemberontak, dan pembegal.
Di antara Pembagian di atas, pembagian pertama lebih banyak disepakati oleh para ulama.Dengan demikian, muamalah dalam arti luas merupakan bagian dari fiqh  secara umum. Adapun  fiqh muamalah dalam arti sempit merupakan bagian dari fiqh muamalah dalam arti luas yang setara dengan bidang fiqh di bawah cakupan arti fiqh secara luas.

No comments:

Post a Comment