RESUME
BAB
2
(
Harta dan Milik )
Review
ini disusun Untuk memenuhi tugas:
FIQH
MUAMALAH 1
Dosen
Pengampu: Drs. Abdul Wahab Ahmad Khalil,M.A
Disusun oleh:
Ricky setiawan :
931211116
PROGRAM
STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH
JURUSAN SYARI’AH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)
KEDIRI
2017
RESUME PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN HARTA
Harta yang dalam istilah arab disebut al-maal berasal dari
kata maala-yamiilu mailan yang berarti condong, cenderung dan miring.
Dikatakan condong, cenderung dan miring karena secara tabi’at, manusia
cenderung Ingin memiliki dan menguasai harta.
Ulama hanafiyah
membedakan antara hak milik dengan harta.
1.
Hak
Milik adalah sesuatu yang dapat digunakan secara khusus dan tidak dicampuri
penggunaanya oleh orang lain.
2.
Harta
adalah segala sesuatu yang dapat disimpan untuk digunakan ketika dibutuhkan,
dalam penggunaannya bisa dicampuri orang lain.
Ø Dari 4 Madzab, Hanafiyah, Maliki, Syafi’i, Hambali dapat
disimpulkan tentang pengertian harta /hak milik : Sesuatu itu dapat diambil
manfaatnya yang mempunyai nilai ekonomi dan secara ‘uruf (adat yang benar)
diakui sebagai hak milik serta sudah adanya perlindungan undang-undang yang
mengatur.
B.
UNSUR-UNSUR
HARTA
1.
Unsur ‘aniyab adalah
bahwa harta itu ada wujudnya dalam kenyataan (a’yan), maka manfaat
sebuah rumah yang dipelihara manusia tidak disebut harta, tetapi termasuk milik
atau hak.
2.
Unsur ‘urf adalah
segala sesuatu yang dipandang harta oleh manusia atau sebagian manusia,
tidaklah manusia memelihara sesuatu kecuali menginginkan manfaatnya, baik
manfaat madiyah maupun manfaat ma’nawiyah.
C.
KEDUDUKAN HARTA DALAM ISLAM
1.
Harta
sebagai perhiasan hidup
Qs.
Al-Kahfi 46
الْمَا لُ وَالْبَنُون زِينَةُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا
“Harta dan anak anak itu
merupakan perhiasan dunia”.
2.
Harta
sebagai kebutuhan dasar
Qs.
Al-Imran 14
زُيِّنَ لِلنَّا سِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَ الْبَنِينَ
وَالْقَنَا طِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ
الْمُسَوَّ مَةِ وَالْأَ نْعَامِ
وَالْحَرَتِ ذَلِكَ مَتَ عُ الْحَيَةِ الدُّ نْيَا وَا للَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ
الْمَا بِ
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia
kecintaan kepada apaapa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta
yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan
sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan di sisi Allah-lah tempat
kembali yang baik (surga).”
3.
Harta
sebagai fitnah
Qs.
At-Taghabut 15
إِنَّمَا أَمْوَ الُكُمْ وَ أَوْلَادُكُمْ فِتْنَةٌ واللَّهُ عِنْدَهُ
أَجْرٌ عَظِيمٌ
“sesungguhnya
harta-hartamu dan anak-anak mu hanyalah cobaan (bagimu): disisi Allah-lah
pahala yang besar.”
4.
Kecelakaan
bagi penghamba harta
تَعِسَ عَبْدُ الدينارِ وعبد الرهمِ وعبد الخَمِيْصَة اِنْ أَعْطِيَ
رَضِيِ وَان لَمْ يُعْطَ سَخِطَ تَعِسَوَا نْتَكَسَ وَاِذَا شِيْكَ فَلَاا
نْتَقَشَ (روه البخارئ)
“Celakalah
orang yang menjadi hamba dinar (uang) orang yang menjadi hamba dirham, orang
yang menjadi hamba pakaian, jika diberi ia bangga dan bila tidak diberi ia
marah, mudah-mudahan ia celaka dan merasa sakit, jika dia kena suatu musibah
dia tidak akan memperoleh jalan keluar (Hr. Bukhari).”
5.
Penghamba
harta adalah tekutuk
لعن عبد الدينا رلعن عبد الدرهم
“Terkutuklah
orang yang menjadi hamba dinar dan terkutuk pula orang yang menjadi hamba
dirham (Hr. Tirmidzi).”
6.
Segala
sesuatu yang ada dibumi adalah mutlaq milik Allah
لِلَّهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَّ رْضِ
“Kepunyaan
Allah lah apa-apa yang ada dilangit dan di bumi”.
D.
FUNGSI HARTA
1.
Berfungsi
untuk menyempurnakan pelaksanaan ibadah yang khas (mahdhah)
2.
Untuk
meningkatkan keimanan (ketaqwaan) kepada Allah.
3.
Untuk
meneruskan kehidupan dari satu periode ke periode berikut (regenerasi
4.
Untuk
menyelaraskan (menyeimbangkan) antara kehidupan dunia dan akhirat.
5.
Untuk
mengembangkan ilmu.
6.
Harta
merupakan penggerak roda ekonomi.
E.
PEMBAGIAN HARTA DAN IMPLIKASI HUKUMNYA
1.
Harta
Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawwim
a.
Harta
Mutaqawwim ialah sesuatu yang oleh diambil manfaatnya menurut syara’ yaitu
semua harta yang baik jenisnya maupun cara memperoleh dan penggunaanya.
Contoh:
kerbau halal dimakan oleh umat muslim, tetapi kerbau tersebut disembelihnya
tidak sah menurut syara’ misalnya dipukul, ditembak, dll.
b.
Harta
Ghair Mutaqawwim ialah sesuatu yang tidak boleh diambil menurut syara’ yaitu
kebalikan dari harta mutaqawwim, yakni yang tidak boleh diambil manfaatnya,
baik jenisnya, cara memperolehnya, maupun cara penggunaannya.
Contoh
: sepatu yang diperoleh dengan cara mencuri termasuk ghair mutaqawwim karena
memperoleh dengan cara yang haram.
2.
Harta
Mitsli dan Harta Qimi
a.
Harta
Mitsli ialah harta yang ada imbangannya (persamaan). Seperti harta yang
jenisnya diperoleh dipasar (secara persis).
b.
Harta
Qimi ialah harta yang tidak ada imbangannya secara tepat. Seperti harta yang
jenisnya sulit di dapatkan di pasar, bisa diperoleh tetapi jenisnya berbeda,
kecuali dalam nilai harganya.
3.
Harta
Istihlak dan Harta Isti’mal
a.
Harta
Istihlak ialah sesuatu yang tidak dapat diambil kegunaan dan manfaatnya secara
biasa, kecuali dengan menghabiskannya.
Harta
Istihlak dibagi menjadi dua yaitu Istihlak haqiqi dan Istihlak huquqi.
b.
Harta
Isti’mal ialah sesuatu yang dapat digunakan berulang kali dan materinya tetap
terpelihara . harta isti’mal tidaklah habis sekali digunakan, tetapi dapat
digunakan lama menurut apa adanya. Seperti kebun, tempat tidur, pakaian,
sepatu, dll.
4.
Harta Manqul dan harta Ghairu Manqul
a.
Harta
Manqul ialah segala harta yang dapat dipindahkan (bergerak) dari satu tempat
ketempat lain. Seperti emas, perak, perunggu, pakaian, kendaraan, dll.
b.
Harta
Ghairi Manqul ialah sesuatu yang tidak bisa dipindahkan dan dibawa dari satu
tempat ke tempat yang lain. Seperti kebun, rumah, pabrik, sawah, dll.
5.
Harta
Mamluk, Mubah, Dan Mahjur
a.
Harta
Mamlik ialah sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik perorangan maupun milik
badan hukum, seperti pemerintah dan yayasan.
b.
Harta
Mubah ialah sesuatu yang pada asalnya bukan milik seseorang, seperti air pada
air mata, binatang buruan darat, laut. Tiap-tiap manusia boleh memiliki harta
mubah sesuai dengan kesanggupannya, orang yang mengambilnya akan menjadi
pemiliknya sesuai dengan kaidah.
c.
Harta
Mahjur ialah sesuatu yang tidak diperbolehkan dimiliki sendiri dan memberikan
kepada orang lain menurut syari’at, adakalanya benda itu belum wakaf ataupun benda
yang dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya, masjid-masjid, dll.
6.
Harta
yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a.
Harta yang dapat dibagi (mal qabil li
al-qismah) ialah harta yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan
apabila harta itu dibagi-bagi, misalnya beras, tepung,dll.
b.
Harta
yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al-qismah) ialah harta yang
menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya
gelas, kursi, meja, dll.
A.
PENGERTIAN MILIK
Milik yaitu penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasanya dapat
melakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan
dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syarak.
Maka,
hubungan antara manusia dan harta miliknya adalah hubungan antara pemilik dan
yang dimiliki, yang dalam Fiqh Islam disebut hubungan malikiyah ditinjau
dari orangnya, atau hubungan mamlukiyah ditinjau dari bendanya.
Cara yang dibenarkan untuk mendapatkan kepemilikan, diantaranya:
1.
Perburuan
2.
Membuka
tanah baru yang tidak ada pemiliknya.
3.
Mengeluarkan
apa yang ada didalam bumi , baik ma’dan maupun kanz, yang
keduanya biasa disebut rikaz, dengan pembagian empat perlima untuk yang
mengeluarkannya dan seperlima zakatnya.
4.
Salab
dan ghanimah, empat perlima dari barang ini untuk yang
berperang.
5.
Bekerja
dengan mengambil upah dari yang lain.
6.
Dari
zakat untuk para mustahik zakat.
7.
Disamping
itu pula pemilikan karena perpindahan yang bukan karena kehendak yang bebas
dari perorangan semacam warisan, hibah, wasiat dan lain sebagainya.
Mazhab Maliki dan Hanafi mengemukakan teori ta’asuf yang di
dalam penerapannya terhadap hak milik sebagai berikut :
a.
Tidak
boleh menggunakan hak kecuali untuk mencapai maksud yang dituju dengan
mengadakan hak tersebut.
b.
Menggunakan
hak dianggap tidak menurut agama jika mengakibatkan timbulnya bahaya yang tidak
lazim.
c.
Tidak
boleh menggunakan hak kecuali untuk mendapat manfaat bukan untuk merugikan
orang lain.
Seperti telah dikemukakan di atas di samping hak milik perseorangan
tidak pula baik masyarakat seperti hanya disamping kewajiban perseorangan ada
pula kewajiban kemasyarakatan (fardhu ‘ain dan fardhu kifayah).
B.
MACAM MILIK
-
Milik
atas zat benda (raqabah) dan memanfaatkan adalah milik sempurna.
Ciri-ciri
milik sempurna adalah :
a.
Tidak dibatasi dengan waktu tertentu.
b.
Pemilik
mempunyai kebebasan menggunakan, memungut hasil dan melakukan tindakan-tindakan
terhadap benda miliknya, sesuai dengan keinginannya.
Milik Sempurna Tidak Terbatas
waktu, artinya sesuatu benda milik seseorang selama zat dan manfaatnya masih
ada, tetap menjadi milik, selagi belum dipindahkan pada orang lain.
Pemilik sempurna bebas bertindak terhadap
benda miliknya. Secara teoritis, sepintas tampak bahwa hukum Islam memandang
milik sempurna itu adalah milik mutlak yang harus dijamin keselamatannya dan
kebebasan pemiliknya melakukan tindakan-tindakan terhadap miliknya itu. Namun
apabila dihubungkan dengan segi-segi ajaran Islam tentang fungsi hak milik,
kebebasan pemilik benda bertindak terhadap benda-benda miliknya itu tidak
mutlak.
-
Milik
atas salah satu zat benda atau memanfaatnya saja adah milik tidak sempurna.
Milik
tidak sempurna ada tiga macam yaitu:
a.
Milik
atas zat benda saja (raqabah), tanpa manfaatnya.
b.
Milik
atas manfaat atau hak mengambil manfaat benda dalam sifat perorangan.
c.
Hak
mengambil manfaat benda dalam sifat kebendaanya, yaitu yang disebut hak-hak
kebendaan.
C.
ASAL-USUL HAK MILIK
Hak
milik telah diberi gambaran nyata oleh hakikat dan sifat syariat islam, sebagai
berikut :
- Tabiat
dan sifat syariat islamialah merdeka (bebas). Dengan tabiat dan sifat ini, umat
islam dapat membentuk suatu kepribadian yang bebas dari pengaruh Negara –
negara Barat dan Timur serta mempertahankan diri dari pengaruh-pengaruh komunis
(sosialis) dan kapitalis (Individual).
- Syariat
islam dalam menghadapi berbagai kemusykil-an senantiasa bersandar kepada
maslahat (kepentingan umum) sebagai salah satu sumber dari sumber-sumber
pembentukan hukum Islam.
- Corak
ekonomi islam berdasarkan Al-Qur’an dan As-Sunnah merupakan suatu corak yang
mengakui adanya hak pribadi dan hak umum. Bentuk ini dapat memelihara
kehormatan diri yang menunjukkan jati diri.
D.
SEBAB-SEBAB KEPEMILIKAN
Para ulama fiqh menyatakan bahwa ada empat cara pemilikan harta
yang disyariatkan islam:
1.
Melalui
penguasaan terhadap harta yang belum dimiliki seseorang atau lembaga hukum
lainnya, yang dalam Islam disebut harta yang mubah. Contohnya, bebatuan
disungai yang belum dimiliki seseorang atau lembaga hukum.
2.
Melalui
suatu transaksi yang ia lakukan dengan orang atau suatu lembaga hukum, seperti
jual beli, hibah, dan wakaf
3.
Melalui
peninggalan seseorang, seperti menerima harta warisan dari ahli warisnya yang
wafat
4.
Hasil/buah
dari harta yang telah dimiliki seseorang, seperti buah pohon di kebun, anak
sapi yang belum lahir.
Harta berdasarkan sifatnya dapat dimiliki oleh
manusia, sehingga manusia dapat memiliki suatu benda. Faktor-faktor yang
menyebabkan harta dapat dimiliki antara lain :
1.
Ikraj
al mubahat
Harta untuk yang mubah (belum dimiliki oleh seseorang).
Untuk memiliki benda-benda mubahat diperlukan dua
syarat, yaitu:
Ø Benda mubahat belum diikhrazkan (dikelola)
oleh orang lain.
Ø Adanya niat (maksud) memiliki.
2.
Khalafiyah
Bertepatan seseorang atau sesuatu yang baru bertepatan ditempat
yang lama, maka telah hilang berbagai macam haknya.
Khalafiyah ada dua macam, yaitu:
Ø Khalafiyah
syakhsy ‘an syakhsy,
yaitu si waris menempati tempat si muwaris dalam memiliki harta benda yang
ditinggalkan oleh muwaris, harta yang ditinggalkan oleh muwaris disebut tirkah.
Ø Khalafiyah
syai’an syai’in,
yaitu apabila seseorang merugikan milik orang lain atau menyerobot barang orang
lain, kemudian rusak ditangannya atau hilang, maka wajiblah dibayar harganya
dan diganti kerugian-kerugian pemilik harta. Maka khalafiyah syai’an syai’in
ini disebut tadlmin atau ta’widl (menjamin kerugian).
3.
Tamwull
min ta mamluk
Segala yang terjadi dari benda yang telah dimiliki menjadi hak bagi
yang memiliki benda tersebut.
Karena penguasaan terhadap milik
negara atas pribadi yang sudah lebih dari tiga tahun, Umar r.a ketika menjabat
menjadi khalifah berkata : sebidang tanah akan menjadi milik seseorang yang
memanfaatkannya dari seseorang yang tidak memanfaatkannya selama tiga tahun. Hanafiyah berpendapat bahwa tanah
yang belum ada pemiliknya kemudian dimanfaatkan oleh seseorang, maka orang itu
berhak memiliki tanah itu.
Hak milik yang sempurna dapat beralih dari seseorang pemilik kepada orang lain
sebagai pemilik yang baru, yaitu salah satunya dengan cara :
1)
Jual beli atau tukar menukar
2)
Hibah
3)
Wakaf
4)
Perkawinan yang sah atau kekerabatan (hubungan kekeluargaan)
5)
Ashobah `Uhsubah Sabababiyah, yaitu ahli waris yang terikat oleh `ushubah
sababiyah yaitu kekerabatan itu ditentukan berdasarkan hukum. Ashobah sababiyah
menurut hukum itu terjadi lantaran :
a.
Adanya perjanjian untuk saling tolong-menolong.
b.
Wala`ul ataqoh atau wala`ul `itqi, yaitu `ushubah yang
disebabkan karena memerdekakan budak (membebaskannya), sehingga ia memperoleh
kedudukan yang bebas dan mempunyai hak serta kewajiban sebagai manusia bebas
lainnya. Dan apabila yang dimerdekakan itu meninggal dunia dan tidak mempunyai
ahli waris, maka bekas tuannya yang membebaskannya (mu`tiq) itulah yang
berhak menerima harta warisannya. Tetapi apabila si tuan meninggal dunia, bekas
budak yang dibebaskan tidaklah mewaris dari harta benda bekas tuannya itu.
Sebagaimana hadits Nabi Muhammad SAW, yaitu sebagai berikut :
إِنَّمَا الْوَلاَءُ لِمَنْ أَعْتَقَ.
(متفق عليه)
Artinya
: “Hak wala’ itu orang yang memerdekakan.” (Muttafaq’alaih).
Proses
pemindahan hak milik bisa dikelompokkan dalam dua macam:
1)
Pengalihan hak milik dengan maksud atau ikhtiar dari pemiliknya
2)
Pengalihan hak milik tanpa kehendak dan ikhtiar pemiliknya tapi mengikuti keadaan
dan kenyataan. Misalnya pengalihan dikarenakan orang yang sedang menjadi
pemiliknya meninggal dunia. Pengalihan hak milik yang demikian namanya
pengalihan hak ijbariyah yang tidak memerlukan adanya kerelaan pihak
yang menerima sekalipun.
E. PEMBAGIAN HAK MILIK
Dalam pengertian umum, hak dapat dibagi menjadi
dua bagian, yaitu:
1.
Haq mal ialah:
مَايَتَعَلَّقُ
بِالْمَالِ كَمِلْكِيَّةِ اْلأَعْيَانِ وَالدُّيُوْنِ
Artinya:
“Sesuatu yang berpautan dengan harta, seperti pemilikan benda-benda atau
utang-utang.”
2.
Haq gairu mal
ialah sesuatu
yang berpautan selain harta.
Hak gairu
mal ada dua bagian: haq syakhşi dan haq `aini
a.
Haq syakhşi ialah:
مَطْلَبٌ
يُقِرُّهُ الشَّرْعُ لِشَخْصٍ عَلَى أَخَر
Artinya: “Suatu tuntutan yang ditetapkan
syara’ dari seseorang terhadap orang lain.”
b.
Haq ‘aini ialah hak
orang dewasa dengan bendanya tanpa dibutuhkan orang kedua.
Haq ‘aini ada 2 macam: aşli
dan ţab`i.
Ø Haq
‘aini aşli
ialah adanya wujud benda tertentu dan adanya şahub al-haq seperti hak milkiyah
dan hak irtifaq. Macam-macam haq ‘aini ashli sebagai berikut:
ü Haq
al-milkiyah; hak yang memberikan pemiliknya hak wilayah
ü Haq
al-intifa’
ialah hak hanya boleh dipergunakan dan diusahakan hasilnya.
ü Haq al-irtifaq ialah hak memiliki
manfaat yang ditetapkan untuk suatu kebun atas kebun yang lain, yang dimiliki
bukan oleh pemilik kebun pertama.
ü Haq al istihan, hak yang diperoleh dari
harta yang digadaikan
ü Haq
al-ihtibas
ialah hak menahan suatu benda.
ü Haq qarar (menetap) atas tanaf wakaf.
ü Haq al-jiwar hak-hak yang timbul
disebabkan oleh berdempetnya batas-batas tempat tinggal.
ü Haq syafah atau haq syurb ialah
kebutuhan manusia terhadap air untuk kebutuhan sehari-hari.
F.
HIKMAH KEPEMILIKAN
1.
Manusia tidak boleh sembarang memiliki harta,
tanpa mengetahui aturan-aturan yang berlaku dan yang telah disyari’atkan.
2.
Manusia akan mempunyai prinsip bahwa mencari
harta itu harus dengan cara-cara yang baik, benar dan halal.
3.
Memiliki harta bukan hak mutlak bagi manusia,
tetapi merupakan suatu amanah dari Allah SWT. Yang harus digunakan dan
dimanfaatkan untuk kepentingan hidup manusia dan disalurkan dijalan Allah.
4.
Menjaga diri untuk tidak terjerumus kepada
hal-hal yang diharamkan oleh syara’.
No comments:
Post a Comment